Kata endometriosis berasal dari kata endometrium. Arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar kavum uteri seperti di organ-organ genitalia interna, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus, bahkan dapat dijumpai di mata dan di otak.1 Di tempat yang salah ini, lesi-lesi endometriosis tersebut tetap saja dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron, dan mengalami perubahan siklik seperti endometrium. Sebagian wanita yang mengalami endometriosis akan merasakan nyeri haid yang hebat, karena darah haid tersebut tidak dapat keluar melalui jalan yang semestinya seperti kanalis servikalis dan vagina.

Endometriosis diperkirakan terjadi 3 – 10% pada wanita usia reproduktif dan sekitar 25 – 35% wanita infertil menderita endometriosis. Kecurigaan terhadap endometriosis muncul bila seorang wanita mengeluh infertil. Apalagi bila disertai keluhan dismenorea dan dispareunia.2 Dengan kata lain keluhan yang paling sering disampaikan berupa nyeri pelvik dan infertil.3,4 Daerah yang paling sering terkena adalah ovarium, kavum douglass, ligamentum latum dan ligamentum uterosacralis, colon rektosigmoid, vesica urinaria, dan ureter bagian distal. Tempat-tempat lain adalah lambung, ginjal, paru, dan pleura.

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa sebanyak 20 – 60% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Pada infertilitas primer kejadiannya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder sebanyak 15%. Pada wanita dengan infertilitas yang disertai dengan nyeri pelvik/nyeri haid dijumpai endometriosis sebanyak 80%.

ETIOLOGI

Teori Regurgitasi dan Implantasi Haid
Teori yang dikemukakan oleh Sampson (1927) ini menyebutkan bahwa biasanya darah haid keluar dari kavum uteri melalui vagina, namun kadang-kadang darah haid mengalir dari kavum uteri melalui tuba Fallopii ke kavum peritoneum, dan berimplantasi pada permukaan peritoneum. Pada wanita dengan polimenorea dan pada wanita yang darah haidnya tidak dapat keluar (stenosis serviks) melalui vagina, angka kejadian endometriosis relatif tinggi.

Faktor Genetik dan Imunologik
Faktor genetik dan imunologik (Dmowski dan teman-teman) sangat berperan terhadap timbulnya endometriosis dengan ditemukannya penurunan imunitas seluler pada jaringan endometrium wanita yang menderita endometriosis. Pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis ditemukan aktivitas makrofag yang meningkat. Penurunan aktivitas natural killer cells dan penurunan aktivitas sel-sel limfosit. Makrofag akan mengaktifkan jaringan endometriosis, dan penurunan sistem imunologik tubuh akan menyebabkan jaringan endometriosis terus tumbuh tanpa hambatan.

Teori Metaplasia
Teori ini (Meier) mengemukakan bahwa lesi endometriosis terbentuk akibat metaplasia dari sel-sel epitel coelom yang berasal dari saluran Muller. Sel-sel berdiferensiasi menjadi sel-sel peritoneal dan sel-sel pada permukaan ovarium.

Hubungan Endometriosis dengan Infertilitas
Endometriosis tumbuh karena adanya gangguan hormonal, terutama oleh karena estrogen. Terdapat 6 mekanisme penyebab infertil pada endometriosis, yaitu: (1) Abnormalitas endokrin reproduksi, berupa anovulasi, gangguan sekresi gonadotropin, defek fase luteal, sekresi prolaktin abnormal, sindroma luteinized unruptured follicle; (2) Abnormalitas prostaglandin, dikatakan bahwa oleh karena prostaglandin meningkat maka terjadi peningkatan motilitas tuba, sehingga mengganggu sperma bertemu dengan ovum, walaupun hal ini masih berupa hipotesis; (3) Disfungsi makrofag peritoneal; (4) Peningkatan respon imun, yang akan berpengaruh terhadap implantasi atau dalam hal usaha mempertahankan kehamilan; (5) Disfungsi oosit; (6) Meningkatnya angka kejadian abortus.

Makalah selengkapnya klik : download file.pdf 75Kb