Tampilkan postingan dengan label 04 Reproduksi dan Infertilitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 04 Reproduksi dan Infertilitas. Tampilkan semua postingan

Keinginan untuk memperoleh keturunan dan mempertahankannya adalah sebagian sifat dari makhluk hidup. Kebanyakan pasangan menikah adalah untuk memiliki anak dan membesarkannya, ketika kehamilan tidak terjadi dalam satu periode tertentu maka timbul kekhawatiran adanya infertilitas. Alasan tersebut mendorong meningkatnya kunjungan konsultasi dan pemeriksaan pada klinik infertilitas.1 Kemajuan teknologi reproduksi dan teknologi pemeriksaan infertilitas meningkatkan harapan wanita infertil untuk mendapatkan keturunan, setelah diketahuinya berbagai etiologi infertilitas serta kemajuan teknologi pengobatannya.

Kemungkinan kehamilan pada pasangan yang telah menikah satu tahun adalah 80%, setelah dua tahun 93%. Sedangkan pada penelitian oleh Page didapatkan bahwa 20 sampai 35% pasangan menikah membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk mendapatkan kehamilan1. Di Amerika, didapatkan 10 sampai 20% pasangan infertil, sedangkan dari survei di Indonesia didapatkan sekitar 12% pasangan infertil.

Faktor pria sebagai penyebab infertilitas adalah sama besar dengan faktor wanita. Pada pria, penyebab infertilitas bisa karena gangguan sperma (sperm dysfunction), yang dapat berupa gangguan motilitas, abnormalitas, atau gangguan mukus penetrasi. Gangguan ejakulasi karena hambatan atau kegagalan produksi sperma sangat jarang (2%). Pada wanita, 30% penyebab infertilitas adalah faktor tuba.2 Polikistik ovarium didapatkan pada 90% wanita dengan oligomenorea dan 30% pada wanita dengan amenorea. Kerusakan tuba baik itu oklusi atau perlengketan terdapat pada 20% wanita infertil.

Penyakit radang rongga panggul (PID) merupakan salah satu penyakit akibat hubungan seksual yang dapat dikaitkan dengan kejadian infertilitas pada wanita. Morbiditas yang timbul akibat PID cukup tinggi, yaitu 20% menjadi infertil, 20% dengan pelvis kronis, 10% dapat timbul kehamilan ektopik. Klamidia trakomatis, sebagai penyebab terbesar penyakit radang rongga panggul, dapat berakibat rusaknya intraepitelial mukosa tuba, dan terjadilah infertilitas tuba.

Pemeriksaan dini (skrining) infeksi klamidia sebaiknya dilakukan pada wanita usia 20 sampai 25 tahun atau wanita yang telah melakukan hubungan seksual aktif. Pemeriksaan serologik terhadap antibodi klamidia dapat dijadikan pemeriksaan dini untuk mengetahui adanya infeksi. Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang diagnosis infeksi klamidia pada infertilitas tuba dan penanganannya.

INFERTILITAS TUBA
Infertilitas didefinisikan sebagai suatu kegagalan terjadinya kehamilan setelah satu tahun melakukan hubungan seksual secara reguler tanpa kontrasepsi. Penyebab infertilitas dapat ditemukan pada wanita atau pria dengan kemungkinan yang sama. Penyebab infertilitas pada wanita yang terpenting adalah faktor tuba (infertilitas tuba), yaitu sekitar 30%.3 Riwayat adanya infeksi pada rongga panggul memungkinkan faktor tuba dan perituba sebagai faktor penyebab infertilitas pada wanita. Penggunaan intra-uterine device (IUD) dan multipartner sexual activity menambah kecurigaan tersebut.

Kerusakan tuba dan oklusi tuba merupakan keadaan yang paling banyak ditemukan pada infertilitas tuba, Klamidia trakomatis adalah penyebab terbanyak penyakit akibat hubungan seksual yang mengakibatkan radang rongga panggul.3,4 Menurut Robinson et al., berdasarkan pemeriksaan laparoskopik penderita salpingitis 14 sampai 65% diantaranya dengan kerusakan tuba, dan 20% diantaranya disebabkan infeksi klamidia trachomatis.

Westrom menyebutkan, bahwa kejadian infertilitas setelah satu periode salpingitis adalah 11 sampai 12%, setelah dua periode 23% dan setelah tiga periode salpingitis sebesar 54% dan kebanyakan disebabkan oleh infeksi klamidia trakomatis. Oklusi tuba oleh jaringan parut dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histerosalpingografi.

INFEKSI KLAMIDIA TRAKOMATIS
Klamidia adalah mikroorganisme yang hidup intraseluler dan memiliki kemampuan menginvasi sel epitel kolumnar, dengan kecepatan replikasi yang lama. Dengan karakteristik ini dapat diterangkan mengapa infeksi klamidia memiliki masa laten yang panjang dibandingkan bakteri lain dan sering terjadi infeksi asimtomatik.

Infeksi klamidia asimtomatik dapat terjadi pada kontak pertama dengan klamidia, keadaan tanpa gejala ini kemudian dapat berkembang menjadi infeksi kronik pada salpings. Infeksi klamidia asimtomatik didapatkan pada 3 sampai 5% wanita hamil dan 15% pada wanita tidak hamil yang aktif seksual.1 Suatu penelitian dengan laparaskop pada wanita dengan salpingitis, didapatkan bahwa 14 sampai 65% kasus disebabkan infeksi klamidia dan 20%nya terdapat kerusakan pada tuba.


Makalah Selengkapnya silahkan klik : download file.pdf 57Kb
......Baca Selengkapnya

Kata endometriosis berasal dari kata endometrium. Arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar kavum uteri seperti di organ-organ genitalia interna, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus, bahkan dapat dijumpai di mata dan di otak.1 Di tempat yang salah ini, lesi-lesi endometriosis tersebut tetap saja dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron, dan mengalami perubahan siklik seperti endometrium. Sebagian wanita yang mengalami endometriosis akan merasakan nyeri haid yang hebat, karena darah haid tersebut tidak dapat keluar melalui jalan yang semestinya seperti kanalis servikalis dan vagina.

Endometriosis diperkirakan terjadi 3 – 10% pada wanita usia reproduktif dan sekitar 25 – 35% wanita infertil menderita endometriosis. Kecurigaan terhadap endometriosis muncul bila seorang wanita mengeluh infertil. Apalagi bila disertai keluhan dismenorea dan dispareunia.2 Dengan kata lain keluhan yang paling sering disampaikan berupa nyeri pelvik dan infertil.3,4 Daerah yang paling sering terkena adalah ovarium, kavum douglass, ligamentum latum dan ligamentum uterosacralis, colon rektosigmoid, vesica urinaria, dan ureter bagian distal. Tempat-tempat lain adalah lambung, ginjal, paru, dan pleura.

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa sebanyak 20 – 60% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Pada infertilitas primer kejadiannya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder sebanyak 15%. Pada wanita dengan infertilitas yang disertai dengan nyeri pelvik/nyeri haid dijumpai endometriosis sebanyak 80%.

ETIOLOGI

Teori Regurgitasi dan Implantasi Haid
Teori yang dikemukakan oleh Sampson (1927) ini menyebutkan bahwa biasanya darah haid keluar dari kavum uteri melalui vagina, namun kadang-kadang darah haid mengalir dari kavum uteri melalui tuba Fallopii ke kavum peritoneum, dan berimplantasi pada permukaan peritoneum. Pada wanita dengan polimenorea dan pada wanita yang darah haidnya tidak dapat keluar (stenosis serviks) melalui vagina, angka kejadian endometriosis relatif tinggi.

Faktor Genetik dan Imunologik
Faktor genetik dan imunologik (Dmowski dan teman-teman) sangat berperan terhadap timbulnya endometriosis dengan ditemukannya penurunan imunitas seluler pada jaringan endometrium wanita yang menderita endometriosis. Pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis ditemukan aktivitas makrofag yang meningkat. Penurunan aktivitas natural killer cells dan penurunan aktivitas sel-sel limfosit. Makrofag akan mengaktifkan jaringan endometriosis, dan penurunan sistem imunologik tubuh akan menyebabkan jaringan endometriosis terus tumbuh tanpa hambatan.

Teori Metaplasia
Teori ini (Meier) mengemukakan bahwa lesi endometriosis terbentuk akibat metaplasia dari sel-sel epitel coelom yang berasal dari saluran Muller. Sel-sel berdiferensiasi menjadi sel-sel peritoneal dan sel-sel pada permukaan ovarium.

Hubungan Endometriosis dengan Infertilitas
Endometriosis tumbuh karena adanya gangguan hormonal, terutama oleh karena estrogen. Terdapat 6 mekanisme penyebab infertil pada endometriosis, yaitu: (1) Abnormalitas endokrin reproduksi, berupa anovulasi, gangguan sekresi gonadotropin, defek fase luteal, sekresi prolaktin abnormal, sindroma luteinized unruptured follicle; (2) Abnormalitas prostaglandin, dikatakan bahwa oleh karena prostaglandin meningkat maka terjadi peningkatan motilitas tuba, sehingga mengganggu sperma bertemu dengan ovum, walaupun hal ini masih berupa hipotesis; (3) Disfungsi makrofag peritoneal; (4) Peningkatan respon imun, yang akan berpengaruh terhadap implantasi atau dalam hal usaha mempertahankan kehamilan; (5) Disfungsi oosit; (6) Meningkatnya angka kejadian abortus.

Makalah selengkapnya klik : download file.pdf 75Kb
......Baca Selengkapnya

Beberapa randomized clinical trial berskala besar yang akhir-akhir ini dilakukan telah menunjukkan bahwa perlindungan terhadap penyakit jantung bukan merupakan suatu indikasi penggunaan estrogen dan progesteron pada wanita-wanita postmenopause. Para peneliti di Women’s Health Initiative (WHI) telah menemukan bahwa wanita yang memakai estrogen (conjugated equine estrogen) dan progestin (medroxiprogesterone acetate/MPA) risikonya meningkat untuk menderita penyakit infark myocard, stroke, thromboemboli venosa dan kanker payudara jika dibandingkan dengan plasebo.

Meskipun telah ada suatu penelitian yang menunjukkan bahwa pemakaian estrogen dan progesteron dapat menurunkan gejala vasomotor, namun penelitian tersebut secara keseluruhan tidak konsisten. Bahkan suatu penelitian randomized telah menunjukkan bahwa substansi plasebo memberikan efek pada 25% wanita naracoba bahwa mereka merasakan kualitas hidup yang sehat meningkat. Jadi temuan-temuan yang tidak konsisten tersebut tersebut sangat tergantung pada desain penelitian, jumlah populasi peneliitian dan metode pengujiannya.

Estrogen
Estrogen dibentuk di kelenjar adrenal, ovarium, plasenta dan sel Leydig testis. Estradiol (E2) merupakan estrogen terbesar pada usia reproduksi, diproduksi oleh ovarium baik pada fase folikular maupun fase luteal pada siklus menstruasi.

Estrone (E-1) diproduksi oleh pengubahan perifer dari androstenedione di berbagai jaringan. Pada usia-usia reproduksi, androstenedione dibentuk dalam jumlah yang sama dari ovarium dan kelenjar adrenal dan setelah menopause terutama berasal dari kelenjar andrenal. Pada saat menopause, produksi estradiol oleh ovarium secara nyata berakhir dan estrone yang diproduksi dari pengubahan androstenedione di perifer merupakan sumber utama aktifitas estrogen.

Estriol (E-3), yaitu suatu estrogen dengan hanya sekitar 10% dari aktifitas estradiol. Hormon ini dibentuk dari metabolisme perifer dari estrogen ovarium. Estriol dimiiliki dalam jumlah yang sangat besar selama kehamilan.

Estrogen diperlukan untuk maturasi normal pada wanita. Ia merangsang perkembangan vagina, uterus dan tuba uterina maupun sifat seks sekunder. Estrogen merangsang perkembangan stroma dan pertumbuhan duktus dalam payudara dan bertanggung jawab bagi fase pertumbuhan dipercepat serta penutupan epifisis tulang panjang yang terjadi pada pubertas.

Estradiol memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot uterus. Produksi estradiol yang kian meningkat pada fase folikuler akan meninggikan sekresi getah serviks dan mengubah konsentrasi getah pada saat ovulasi menjadi encer dan bening sehingga memudahkan penyesuaian, memperlancar perjalanan spermatozoa dan meninggikan kelangsungan hidupnya. Estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan produksi getah dan meningkatkan kadar glikogen sehingga terjadi peningkatan produksi asam laktat oleh bakteri Doderlein, nilai pH menjadi rendah dan memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi.

Estrogen menyebabkan peningkatan pengendapan lemak pada jaringan subkutan, sebagai akibatnya berat jenis tubuh wanita secara keseluruhan jauh berkurang daripada berat jenis tubuh pria. Estrogen khususnya menyebabkan pengendapan lemak yang nyata pada pantat dan paha, menyebabkan pelebaran panggul yang merupakan sifat feminim. Disamping itu estrogen menyebabkan kulit menjadi vaskuler.

--------artikel selengkapnya silahkan klik : download file.pdf 57Kb
......Baca Selengkapnya

Jumlah wanita usia menopause di Indonesia cenderung meningkat. Diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 35.000.000 wanita. Pascamenopause yang ditandai dengan berhentinya haid, hilangnya fungsi ovarium dan menurunnya kadar estrogen secara dramatik menyebabkan timbulnya berbagai keluhan yang berhubungan dengan kualitas hidupnya. Salah satu cara yang digunakan selama ini untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan Terapi Sulih Hormon dan preparat selective estrogen reseptor modulator (SERM) merupakan senyawa yang secara struktural berbeda dengan estrogen, dikembangkan sebagai alternative Terapi Sulih Hormon.

Penggunaan Terapi Sulih Hormon pada wanita pascamenopause selain memberikan efek positif juga memberikan efek negatif. Efek negatif TSH yang sudah diketahui secara jelas adalah meningkatkan risiko kanker endometrium, kanker payudara, stroke, tromboemboli pada vena, dan kanker kandung empedu. Gangguan kognitif belum diketahui jelas bermanfaat atau meningkatkan risiko. Pertimbangan aspek manfaat dan kerugian akibat penggunaan TSH menimbulkan kontroversi yang panjang sehingga masih terus dilakukan penelitian-penelitian dalam skala yang lebih luas.

Hasil meta analisis yang merangkum penelitian-penelitian yang dipublikasikan dalam MEDLINE (1965-2001), HealthSTAR (1975-2001), database Cochrain Library, serta hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Women’s Health Initiative (WHI) dan Heart and Estrogen progestin Replacement Study (HERS) menghasilkan beberapa kesimpulan. Keuntungan TSH adalah mencegah fraktur dan kanker kolorektal. Kerugian akibat TSH adalah penyakit jantung koroner, stroke, tromboemboli, kanker payudara pada pemakaian TSH 5 tahun atau lebih, serta kolelithiasis. Manfaat TSH untuk mencegah dementia tidak diketahui secara jelas.

Ketakutan akan terjadi kanker khususnya pada endometrium, telah terjawab dalam suatu penelitian, yang dilaksanakan oleh para peneliti University of Sheffield Medical School yang dipublikasikan pada British Medical Journal tahun 2002 hal. 325, 239-242, dikatakan bahwa kombinasi Hormon Replacement Therapy (Terapi Sulih Hormon) sangat menguntungkan dalam mencegah terjadinya kanker endometrium7. Adanya hasil-hasil penelitian, dengan pendapat yang kontroversial, disebabkan karena perbedaan dalam penatalaksanaannya.

TERAPI SULIH HORMON
Produksi hormon seks utama pada wanita adalah estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini akan menurun produksinya ketika wanita memasuki masa menopause. Pemberian terapi sulih hormon dimaksudkan untuk menggantikan keberadaan kedua hormon tersebut.

Pemberian terapi sulih hormon bisa dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Disebut jangka pendek bila diberikan selama kurang dari 5 tahun. Biasanya ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala menopause, tetapi harus menjadi pilihan kedua bila didapatkan risiko untuk terjadinya efek samping. Pemberian jangka panjang bila diberikan lebih dari 5 tahun. Biasanya penggunaan jangka panjang diberikan seperti pada kasus osteoporosis, osteopenia, atau bagi mereka yang memiliki risiko osteoporosis. Pemberian terapi ini bersifat individual, mempertimbangkan berbagai kontraindikasi dan efek samping yang mungkin timbul pada pasien.

Terapi sulih hormon dapat diberikan dalam bentuk pil, krim, implan subdermal, maupun dalam bentuk raloxifene (estrogen like drug/selective estrogen receptor modulators). Pemilihan bentuk terapi ini dapat ditentukan dengan mengetahui berbagai keuntungan dan risiko yang akan dihadapi bila wanita tersebut mengambil keputusan untuk menggunakan terapi sulih hormon. Dalam penelitian lain telah terbukti bahwa pemberian TSH pada wanita menopause memberikan keuntungan, karena dapat mengatasi keluhan-keluhan, baik keluhan jangka pendek maupun jangka panjang. Keluhan-keluhan pada wanita menopause sebagai akibat dari : (1) Adanya perubahan haid seperti polymenorrhoea, olygomenorrhoea, amenorrhoea dan metrorragia. (2) Akibat gangguan vasomotor, hot flushes, terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum dan sesudah berhentinya menstruasi. (3) Gangguan psikis, nervousness, kecemasan, irritable, depresi dan insomnia. (4) Gejala akibat kelainan metabolik, yakni kelainan metabolisme lemak, a.l. penyempitan pembuluh darah karena perlekatan kolesterol. Berkurangnya kelenturan pembuluh darah karena menurunnya produksi prostasiklin pada endothel pembuluh, sehingga memungkinkan terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. (5) Gejala yang disebabkan oleh karena atropi urogenitalis, yang sering dirasakan kering pada vagina, rasa perih, keputihan, rasa panas pada vagina, selalu ingin kencing, dispareunia dan nokturia. Sering terjadi vaginitis sinalis yang sering juga disebut vaginitis atropica, merupakan suatu infeksi non spesifik. Hal ini terjadi karena vagina menjadi pendek,menyempit, hilang elastisitas, epithelnya tipis dan mudah trauma karena kurang lubrikasi. (6) Gejala kelainan metabolisme mineral, mudah terjadi fraktur pada tulang, akibat tidak seimbangnya absorpsi dan resorbsi mineral terutama kalsium. Bila hal ini berlangsung lama, akan berlanjut dapat mengakibatkan osteoporosis
----------artikel selengkapnya silahkan klik : download file.pdf 111Kb
......Baca Selengkapnya

Sindroma ovarium polikistik merupakan kelainan endokrin yang sering menyebabkan kelainan menstruasi, infertilitas dan sering berhubungan dengan obesitas. Sindroma ini juga mempunyai risiko terjadinya keganasan endometrium, payudara dan kelainan sistemik antara lain hipertensi, diabetes mellitus tipe II dan kelainan jantung.

Sindroma ovarium polikistik (SPOK) merupakan satu kelainan endokrin yang sering terjadi pada wanita usia reproduksi sekitar 5-10%, manifestasi biasanya pada awal pubertas. Secara klinis biasanya dijumpai adanya menstruasi tidak teratur, infertilitas dan hirsutisme. Tanda sindroma ini adalah adanya hiperandrogenism dan hiperinsulinemia.

Hiperandrogenisme dan resistensi insulin telah dikenal awal tahun 1921 ketika Achard dan Thiers mempublikasikan suatu gambaran klasik dari wanita berjambang dengan diabetes. Sindroma ovarium polikistik tidak digambarkan sampai dengan tahun 1935, ketika Stein dan Leventhal menemukan sindroma dengan ovarium polikistik, klinis hirsutisme, amenorea dan obesitas. Saat ini pasien biasanya datang dengan gejala klinik menstruasi tidak teratur, infertilitas dan hirsutism. Sindroma juga berhubungan dengan dislipidemia dan achantosis nigricans dan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler, hiperestrogen yang berhubungan dengan kanker endometrium dan payudara. Selama usia reproduksi, sindroma berhubungan dengan morbiditas reproduksi meliputi infertilitas, perdarahan uterus abnormal, abortus dan komplikasi lain kehamilan.

Akhirnya tahun 1990 The National Institutes of Health (NIH) menegakkan kriteria diagnosis baru penyakit ini yang berdasar adanya hiperandrogenism dan oligoovulasi kronik dengan menyingkirkan sebab-sebab lain seperti kelainan adrenal dan tumor mensekresi androgen.

Patofisiologi

Defek yang mendasari ovarium polikistik masih belum diketahui. Ada konsensus yang berkembang bahwa kunci utama adalah kelebihan androgen, resistensi insulin dan abnormalitas dinamik gonadotropin. Pertanyaan yang timbul apakah hiperinsulinemia merangsang peningkatan produksi androgen ovarium atau hiperandrogenemia menyebabkan resistensi insulin. Hipotesis dibentuk bahwa tingginya kadar insulin merangsang ovarium memproduksi androgen, terutama resistensi insulin mendahului peningkatan kadar androgen.

-------------- artikel selengkapnya klik download file.pdf 127kb
......Baca Selengkapnya

Sekitar 30% wanita dengan siklus anovulasi mengalami infertilitas yang disebabkan oleh Sindroma polikistik ovarium. Wanita dengan sindroma hiperandrogenisme, resisten insulin, dan akantosis nigrikan (HAIR-AN syndrome) merupakan suatu bentuk subgrup pada sindroma polikistik ovarium. Pemberian klomifen sitrat seringkali gagal pada wanita dengan infertilitas anovulasi akibat hiperandrogenisme dan resisten insulin. Pada pasien-pasien seperti ini, metode pengurangan berat badan dan insulin sensitizers merupakan cara yang efektif dalam menginduksi ovulasi, kehamilan, dan mengurangi kejadian resistensi klomifen pada wanita dengan sindroma polikistik ovarium yang di terapi dengan gonadotropin, fertilisasi invitro, dan transfer embrio.

Polikistik ovarium merupakan sindroma yang terdiri dari menstruasi yang tidak teratur karena oligo atau anovulasi dan hiperandrogenisme dengan penampakan klinik (hirsutisme, akne) atau kadar androgen serum yang tinggi. Prevalensi SOPK pada wanita usia reproduksi sekitar 4%, sedangkan prevalensinya pada wanita anovulasi sekitar 30%. Insidensi infertile pada SOPK rata-rata sekitar 74%, hirsutisme 69%. Prevalensi dari sindroma polikistik ovarium adalah 5%-10%.

Etiologi sindroma polikistik ovarium belum diketahui secara pasti. Hiperandrogenisme dan anovulasi yang dijumpai pada sindroma ini disebabkan oleh gangguan pada kompartemen hormonal yakni ovarium kelenjar adrenal, perifer (jaringan lemak) dan poros hypothalamus hipofise.

Pengobatan sindrom ini lebih bersifat simtomatis terhadap infertilitas, hirsutisme, gangguan haid, atau obesitas. Masalah yang sangat berhubungan dengan infertilitas adalah adanya anovulasi dengan kadar LH yang tinggi. Makin tinggi kadar LH pada SOPK maka makin tinggi pula kejadian infertilitas. SOPK akan memerlukan pemahaman yang melibatkan banyak proses molekuler dan gen yang dapat menyebabkan hiperandrogenisme dan anovulasi. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi substrat genetik yang dapat mempengaruhi terjadinya sindroma tersebut.

Terdapat dua gambaran umum endokrin tentang SOPK, yakni peningkatan kadar LH darah dan hiperinsulinemia. Banyak penemuan klinis dan labolatorium yang menunjukan adanya peningkatan kadar LH dan insulin, yang secara terpisah atau bersama-sama dapat merangsang sekresi androgen ovarium. Banyak wanita dengan SOPK terjadi peningkatan sekresi LH yang abnormal, sementara sekresi FSH tidak meningkat, mengakibatkan terjadi peningkatan ratio LH/FSH. Peningkatan LH dan ratio FSH/LH menyebabkan perkembangan folikel menjadi abnormal dan hiperandrogenisme. Gangguan neuroendokrin yang menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi LH belum sepenuhnya diketahui.

Abnormalitas endokrin yang umum terobervasi pada wanita dengan SOPK adalah hiperinsulinemia dan peningkatan LH. Hiperandrogenisme, insulin resistence, and acanthosis nigricans (HAIR-AN) syndrome merupakan subtipe dari SOPK. Pada sindroma HAIR-AN, adanya resistansi insulin berat sering sebagai penyebabnya adalah faktor genetik. Dilaporkan bahwa kebanyakan terjadi mutasi pada reseptor insulin subunit α dan subunit β sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin, namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa kebanyakan wanita dengan SOPK memiliki reseptor yang relative normal sehingga sindroma HAIR-AN dianggap merupakan suatu bentuk subfenotip dari SOPK yang ditandai dengan kadar LH yang relative normal, adanya hiperinsulinemia.
-------------- artikel selengkapnya klik : download file.pdf 118kb -----------------------------
......Baca Selengkapnya

Kesehatan reproduksi bukan menjadi masalah seseorang saja, tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat. Kesehatan reproduksi menjadi masalah cukup serius sepanjang hidup, terutama bagi perempuan, selain karena rawan terpapar penyakit, juga berhubungan dengan kehidupan sosialnya, misalnya kurangnya pendidikan yang cukup, kawin muda, kematian ibu, masalah kesehatan reproduksi perempuan, masalah kesehatan kerja, menopause, dan masalah gizi (Baso dan Raharjo, 1999).

Sebagian besar perempuan bekerja keras setiap hari, memasak, membersihkan rumah demi kelangsungan hidup keluarga. Namun jika perempuan juga bekerja di luar rumah (mencari penghasilan), maka beban kerjanya menjadi rangkap di mana hampir 40% dari tenaga kerja adalah perempuan (Hadikusuma dan Hamzah, 1986). Beban kerja yang terlalu berat membuat seorang perempuan mengalami kecapekan dan mudah terserang penyakit. Terlebih lagi bila seorang perempuan tidak punya cukup waktu untuk istirahat dan tidak memperoleh cukup perhatian akan kondisi kesehatannya terutama pada saat hamil

Kondisi kesehatan pada sebagian perempuan sering dianggap tidak penting, hal ini akan lebih buruk jika perempuan tersebut kurang pendidikan dan keterampilan untuk menunjang kehidupan mereka sendiri. Terlebih lagi banyak perempuan yang bekerja di sektor informal dan jumlah mereka sangat banyak sehingga sulit dilacak dan dihitung secara tepat. Perlindungan terhadap merekapun kurang memadai, sehingga mereka rentan terhadap masalah kesehatan khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi antara lain pelecehan, penganiayaan, dan eksploitasi (Naomi 1999).

Sektor informal adalah suatu usaha ekonomi di luar sektor modern atau formal. Adapun ciri usaha ini salah satunya adalah usaha kegiatannya biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat juga tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus (Depkes,1990).

Timbulnya sektor informal ini sebagai akibat membengkaknya angkatan kerja di satu pihak dan sempitnya lapangan kerja di pihak lain. Akibatnya golongan masyarakat ini mencoba usaha kecil-kecilan, guna memperoleh nafkah bagi dirinya sendiri atau bagi keluarganya, dan bagi pengangguran (Depkes, 1990). Sehingga sebagian terbesar perempuan bekerja karena kebutuhan mereka merupakan satu-satunya pencari nafkah utama, yaitu untuk mereka sendiri dan anggota keluarga yang lain, dan juga karena penghasilan suami mereka tidak besar.

Tujuan penelitian adalah (1) Mengkaji karakteristik wanita yang bekerja di sektor informal; (2) Mengkaji aktivitas kerja yang dilakukan oleh wanita yang bekerja di sektor informal; (3) Mengkaji kondisi kesehatan reproduksi; (4) Mengkaji hubungan aktivitas kerja dan kondisi kesehatan reproduksi wanita yang bekerja di sektor informal.

Diharapkan didapatkannya suatu informasi mengenai kondisi kesehatan reproduksi pada kelompok kerja wanita yang bekerja di sektor informal dan Sebagai data yang dapat dipergunakan untuk pengembangan pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada wanita....... (makalah penelitian selengkapnya klik : download file.pdf(134Kb))
......Baca Selengkapnya

Sekitar 38% wanita pascamenopause menggunakan Terapi Sulih Hormon (TSH) untuk mengurangi keluhan-keluhan yang mereka alami dalam masa menopause. Keluhan-keluhan tersebut antara lain: keluhan vasomotorik berupa gejala panas, jantung berdebar-debar, sakit kepala, keringat banyak (malam hari), dan keluhan psikologik berupa perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, tidak konsentrasi, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido. Terapi Sulih Hormon juga dikatakan dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung koroner.

Prinsip dasar pemberian TSH adalah: wanita dengan uterus, E selalu dikombinasikan dengan P; wanita tanpa uterus cukup diberikan E saja. E diberikan kontinyus tanpa istirahat. Wanita perimenopause yang masih menginginkan haid, TSH diberikan sequensial. P diberikan 12 – 14 hari. Wanita pascamenopause yang masih ingin haid, TSH diberikan sequensial. Wanita pascamenopause yang tidak menginginkan haid, TSH diberikan secara kontinyus. Yang lebih diutamakan E dan P alamiah, selalu dimulai dengan dosis E dan P rendah. E dapat dikombinasikan dengan androgen (DHEAS) pada wanita dengan gangguan libido.

Jenis sediaan hormonal dan dosis. Estrogen alamiah: 17 beta Estradiol (1-2 mg/hari), estradiol valerat (1-2 mg/hari), estropipate (0,625-1,25 mg/hari), estrogen konjugasi (0,3-0,625 mg/hari), estriol (4-8 mg/hari). Progesteron alamiah: Medroksi progesteron asetat. Cara sequensial dosisnya adalah 10 mg/hari, cara kontinyus dosisnya 5 mg/hari. Siproteronasetat, cara sequensial dan kontinyus dosisnya adalah 1 mg/hari. Didrogesteron, cara sequensial 10 mg/hari, cara kontinyus 5 mg/hari.

Cara pemberian. Yang utama adalah pemberian secara oral. Transdermal berupa plester (koyok) atau krem yang dioleskan di tangan diberikan pada wanita dengan: penyakit hati, batu empedu, darah tinggi, kencing manis. Vaginal krem hanya untuk pengobatan lokal pada vagina. Implan atau suntikan sangat jarang digunakan. Pada wanita yang masih memiliki uterus mudah terjadi perdarahan (hipermenorea).

Khasiat estrogen yang khas pada masing-masing organ sasaran adalah sebagai berikut: 1)Ovarium: E2 memicu pematangan folikel dan ovum. 2) Uterus: E2 memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot uterus. 3) Vagina: E2 menyebabkan perubahan selaput lendir vagina, memperbanyak sekresi, dan meningkatkan kadar glikogen, sehingga produksi asam laktat oleh bakteri-bakteri Doderlein meningkat, nilai PH menjadi rendah dan memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi. 4) Serviks: E2 memperbanyak sekresi seluler serviks, mengubah konsentrasi lendir pada saat ovulasi sedemikian rupa sehingga memicu pergerakan dan kelangsungan hidup sperma. Bila lendir tersebut mengering akan terlihat seperti bentuk daun pakis. 5) Payudara: E2 menyebabkan terjadinya proliferasi pada mammae. Selain itu E2 memicu pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, dan pembentukan tubuh wanita dengan penimbunan lemak pada panggul dan pantat.

Khasiat progesteron pada masing-masing organ sasaran adalah sebagai berikut: 1) Endometrium: mengakibatkan perubahan sekretorik endometrium. 2) Serviks: mengurangi sekret, peningkatan viskositas, dan menurunkan spinnbarkeit. 3) Miometrium: mengurangi tonus sehingga kontraksi berjalan lambat. Dalam kehamilan progesteron membuat uterus menjadi tenang. 4) Suhu badan: progesteron merangsang pusat panas di otak sehingga dapat meningkatkan suhu 0,4 – 0,6°C. Khasiat progesteron ini tanpa memerlukan pengaruh estrogen sebelumnya. 5) Payudara: setelah pertumbuhannya dimulai oleh estrogen, progesteron ikut serta dalam pembentukan lobulus dan alveolus-alveolus. 6) Ovarium: mencegah pertumbuhan folikel dan terjadinya ovulasi.
(Isi makalah selengkapnya klik : download file.pdf 111Kb)
......Baca Selengkapnya

Keinginan untuk memperoleh keturunan dan mempertahankannya adalah sebagian sifat dari makhluk hidup. Kebanyakan pasangan menikah adalah untuk memiliki anak dan membesarkannya, ketika kehamilan tidak terjadi dalam satu periode tertentu maka timbul kekhawatiran adanya infertilitas. Alasan tersebut mendorong meningkatnya kunjungan konsultasi dan pemeriksaan pada klinik infertilitas. Kemajuan teknologi reproduksi dan teknologi pemeriksaan infertilitas meningkatkan harapan wanita infertil untuk mendapatkan keturunan, setelah diketahuinya berbagai etiologi infertilitas serta kemajuan teknologi pengobatannya

Kemungkinan kehamilan pada pasangan yang telah menikah satu tahun adalah 80%, setelah dua tahun 93%. Sedangkan pada penelitian oleh Page didapatkan bahwa 20 sampai 35% pasangan menikah membutuhkan waktu lebih. Di Amerika, didapatkan 10 dari satu tahun untuk mendapatkan kehamilan sampai 20% pasangan infertil, sedangkan dari survei di Indonesia didapatkan sekitar 12% pasangan infertil.

Pemeriksaan infertilitas sudah mengalami banyak perubahan dewasa ini. Uji-uji diagnostik yang dilakukan sekarang lebih fokus pada penggunaan secara terbatas prosedur diagnostik yang spesifik yang berhubungan dengan kemungkinan terjadinya kehamilan bahkan kelahiran hidup. Upaya diagnostik haruslah dilakukan seminimal mungkin tetapi haruslah seoptimal mungkin secara timbal balik.... (file selengkapnya klik : download file (pdf) 56Kb)
......Baca Selengkapnya

Meskipun telah lebih dari satu tahun kawin tanpa menggunakan kontrasepsi, sebanyak lebih kurang 7% pasangan belum mendapatkan keturunan. Berbagai cara telah ditempuh, mulai dari yang sederhana sampai ke fertilisasi in vitro (IVF) dan suntik spermatozoa intra-sitoplama (SSIS/ICCI), namun tetap saja belum mendapat kehamilan. Ternyata banyak proses molekular biologi yang hingga kini masih belum diketahui dan masih memerlukan waktu lama untuk mempelajarinya. Nidasi dan invasi trofoblas pada awal pertumbuhan embrio, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti fluktuasi hormon parakrin, reaksi jaringan lokal yang terjadi di dalam trofoblas dan desidu, serta peran metaloproteinase dan protein pelekat. Semua faktor-faktor tersebut hanya dijumpai di dalam jaringan dan kadarnya di dalam serum tidak dapat diperiksa. Oleh karena itu, untuk mencari penyebab infertilitas terpaksa menggunakan cara konvensional, yang juga dapat menolong sebagian wanita.

Langkah Pertama : Anamnesis
Anamnesis masih merupakan cara yang baik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor-faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan kepada pasien.

Usia pasien sangat penting diketahui, karena dengan meningkatnya usia, makin sulit untuk mendapatkan anak. Kesulitan dalam mendapatkan anak bukan karena si wanita telah menjadi tua, namun lebih disebabkan oleh berkurangnya kualitas sel telur wanita tersebut. Bila dilakukan egg donation, misalnya pada seorang wanita menopause, maka wanita tersebut dapat hamil dan kehamilannya berlangsung dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa bukan rahim yang menyebabkan wanita tidak dapat hamil melainkan kemampuan sel telur wanita tersebut untuk dibuahi telah berkurang

Secara teoritis, selama ovarium masih normal, maka kemungkinan untuk hamil selalu ada. Oleh karena itu jangan sekali-sekali mengatakan wanita sekita usia 40 tahun tidak mungkin bisa hamil. Kehamilan mungkin saja terjadi, namun kemungkinannya tidak begitu besar. Dengan tindakan IVF pun tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Riwayat penyakit, maupun operasi terdahulu dapat memberikan informasi tentang penyebab infertilitas. Riwayat penyakit terdahulu seperti apendisitis, peritonitis, salpingitis dapat menyebabkan kelainan pada tuba. Dalam anamnesis perlu juga ditanyakan apakah pasien sedang menderita penyakit-penyakit seperti hipotiroid, hipertiroid, penyakit pada hipofisis, dan suprarenal, yagn dapt menyebabkan infertilitas. Kencing manis juga merupakan salah satu penyebab dari infertilitas.

Berat badan dan perubahan pada berat badan (terlalu gemuk, terlalu kurus) akan mempengaruhi pengobatan infertilitas. Lemak subkutan mengandung enzim aromatase, sehingga androgen akan diubah menjadi estrogen. Estrogen yang tinggi akan menekan pengeluaran FSH dan LH. Selain itu, estrogen yang tinggi meningkatkan sekresi LH. LH yang tinggi menekan aktivitas enzim aromatase sehingga androgen tidak dapat diubah menjadi estrogen. Pada wanita gemuk sering dijumpai insulin resisten. Insulin memicu sistensi DHEA di suprarenal, sehingga terjadi hiperandrogenemia. Kadar androgen di dalam cairan folikel dan di dalam serum tinggi dan hal ini menyebabkan atresia folikel. Perlu diketahui pula bahwa DHEA merupakan prekursor yang digunakan untuk mensistensis jenis hormon steroid yang lain (estrogen, progesteron, dan androgen).

Sel-sel Leptin menekan produksi neuropeptida Y di hipotalamus. Biasanya neuropeptida ini mengurangi rasa lapar. Karena pada wanita gemuk leptin menekan produksi neuropeptida Y, maka pasien akan selalu merasa lapar, sehingga beran badannya akan terus bertambah. Leptin juga memicu pengeluaran FSH dan LH. Kadar LH yang tinggi menghambat perubahan androgen menjadi estrogen dan dengan sendirinya pula terjadi peningkatan kadar androgen. Kekurusan akibat malnutrisi kronik menyebabkan tidak terbentuknya lemak dan leptin, sehingga tidak terjadi stimulasi pengeluaran FSH dan LH. Akibatnya terjadi anovulasi sampai amenorea. Oleh karena itu, pengaturan berat badan merupakan usaha yang sangat penting dalam penanganan infertilitas wanita.

Dengan anamnesis dapat pula diketahui kelainan endokrinologik. Adanya hirsutism, akne, atau seborea menunjukkan adanya hiperandrogenemia, atau kelainan pada fungsi kelenjar tiroid. Ditemukannya galaktorea merupakan tanda dari hiperprolaktinemia.

Perlu juga diketahui pola hidup dari pasien infertilitas. Alkohol misalnya, dapat menghambat kerja enzim sulfatase dan enzim aromatase, sehingga terjadi gangguan pada sistem hormon. Nikotin mengurangi aliran darah alat genitalia dan mempercepat penghancuran hormon. Stres juga merupakan faktor penyebab untuk sulit mendapatkan anak. Stres memicu pengeluaran corticotropin releasing factor (CRF). CRF menekan pengeluaran LH dan GH dan memicu pengeluaran proopiomelanocortin (POMC) di sel-sel kortikotrop hipofisis bagian depan. Di hipofisis intermedia, POMC ini akan dipecahkan menjadi 2 bagian, yaitu -lipoprotein dan -endorfin. -endorfin ini memiliki efek antigonadotrop dan merupakan antagonis dopamin. Pada orang yang menggunakan morfin atau mariyuana sering ditemukan gangguan haid.

Gangguan hubungan seksual dapat menyebabkan infertilitas, misalnya penetrasi tidak sempurna ke vagina, sangat jarang melakukan hubungan seksual, atau vaginismus. Dewasa ini kaum wanita sering mencuci organ intimnya dan daerah sekitarnya dengan cairan-cairan antiseptik. Kebiasaan ini dapat menyebabkan perubahan pada lendir serviks yang menjadi tidak ramah bagi sperma. Dalam vagina terdapat berbagai jenis mikroorganisme. Mikroorganisme ini menjaga agar vagina bersifat asam, sehingga berfungsi melindungi vagina dari infeksi. Mikroorganisme ini disebut juga sebagai bakteri “baik”. Membersihkan organ intim dengan cairan-cairan antiseptik justru akan menyebabkan bakteri yang “baik” tersebut mati, akan menyebabkan bakteri “jahat” berkembang biak. Menggunakan parfum-parfum pewangi pada organ-organ intim juga membuat bakteri “baik” mati. Perlu dianjurkan menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun, dan jangan menggunakan celana panjang terlalu ketat, agar tidak menimbulkan rasa lembab..... (file selengkapnya klik : Download file (Pdf)55Kb
......Baca Selengkapnya

Sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) pada tahun 1994, masyarakat internasional secara konsisten memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hak reproduksi dan kesehatan reproduksi remaja.Bagian dari hak reproduksi remaja yang sangat penting ialah hak untuk memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk konseling. Masyarakat internasional juga telah mengingatkan kembali bahwa hak dan tanggung jawab para orang tua adalah membimbing, termasuk tidak menghalangi anak remajanya, untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan dan informasi yang mereka butuhkan tentang kesehatan reproduksi yang baik.

Di Indonesia, program dan kebijakan kesehatan reproduksi remaja merupakan penjabaran visi Program Keluarga Berencana Nasional, yaitu mempersiapkan keluarga berkualitas dimulai sejak pra nikah, pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut. Dari sisi siklus kehidupan manusia, masa remaja merupakan masa yang paling kritis, dalam pembentukan tubuh secara fisik dan corak kepribadiannya yang sangat berpengaruh pada masa kehidupan keluarga selanjutnya. Perubahan fisik maupun psikologis yang terjadi selama masa remaja berbarengan dengan berbagai rangsangan informasi dari luar yang memperngaruhi langsung atau tidak langsung terhadap kondisi kesehatan reproduksinya. Pengaruh tersebut terutama berasal dari kondisi lingkungan sosial remaja, peran orang tua, dan ekpose terhadap media masa.

Program kesehatan reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan tingkah laku kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab, melalui pemberian informasi, konseling dan pelayanan yang berkualitas mengenai seluruh aspek kesehatan reproduksi. Dengan demikian kebijakan dan program kesehatan reproduksi remaja harus diprioritaskan pada upaya pemberian informasi, konseling danpelayanan kesehatan reproduksi bagi para remaja agar mereka memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab. Masalahnya ialah bahwa kebijakan dan program kesehatan reproduksi remaja masih belum dilaksanakan secara tepat dan menjangkau seluruh remaja di Indonesia. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi remaja, sehingga sebagian dari remaja mengalami kehidupan gangguan kehidupan seksual yang menyimpang, khususnya kehamilan diluar nikah bagi remaja putri, ketergantungan terhadap NAPZA, dan menderita HIV/AIDS.

download file (pdf) 217Kb
......Baca Selengkapnya

Latar Belakang: Sekitar 38% wanita pascamenopause menggunakan Terapi Sulih Hormon (TSH) untuk mengurangi keluhan-keluhan yang mereka alami dalam masa menopause. Terapi Sulih Hormon juga dikatakan dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Dalam tahun 2002 telah dilakukan 3 penelitian penting tentang TSH yang akan merubah pandangan tersebut. TSH tidak menurunkan risiko penyakit jantung koroner, bahkan banyak pandangan yang selama ini dianut ternyata keliru.
Tujuan: Memberikan informasi terbaru tentang Terapi Sulih Hormon. Metode: Studi pustaka.
Hasil: Risiko terjadinya stroke, thromboemboli, kanker payudara, kolesistitis meningkat dengan menggunakan TSH. TSH menurunkan risiko terjadinya kanker kolon dan fraktur.
Ringkasan: Terjadi perubahan pandangan terhadap risiko kejadian penyakit terhadap penggunaan TSH dibanding pandangan yang selama ini dianut.
Kata kunci: Terapi Sulih Hormon.

Download file(pdf) 111kb


......Baca Selengkapnya

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma dari permulaan sampai pelepasan sperma ke dalam lumen tubulus seminiferus, (Bergman, et al,) yang terbagi dalam tiga fase, yaitu:

1. Fase Spermasitogenesis/Replikasi Stem
Sel Proses ini terjadi pada kehidupan fetal, di sini terjadi migrasi primordial germ sel ke jaringan mesenkimal gonadal ridge. Migrasi ini dikontrol oleh stem sel faktor dan reseptor c-kit. Setelah periode mitosis prenatal, gonosit yang berada dalam tubulus seminiferus saat lahir akan tetap disimpan sampai pubertas, untuk kemudian akan terjadi proses mitosis menjadi spermatogonia.
Pada manusia terdapat 3 macam spermatogonia, yaitu: A gelap (paling primitif), A pucat dan spermatogonia B. Ketiganya terletak pada membrana bastalis tubulus seminiferus, di antara sel-sel Sertoli yang ada pada bagian basal. (Becker, et al, 1995) Tubulus seminiferus mengandung sejumlah besar sel-sel epitelial germinal yang disebut spermatogonia, letak sel-sel germinativum ini tepatnya di samping lamina basalis tubulus seminiferus 2 atau 3 lapis (Guyton & Hall, 1996).
Pada fase ini spermatogonia tidak dilengkapi dengan sitokin dan masih terdapat interseluler bridges (Becker, et al, 1995). Sel tipe Ag akan menghasilkan tipe Ag yang lain dan tipe Ap. Sel-sel tipe Ap akan mengalami pembelahan mitosis tanpa sitokinesis yang komplit yang terhubung oleh jembatan sitoplasmik, tipe Ap ini matur menjadi tipe B. Dalam sel-sel tipe B terjadi sintesis DNA yang berjumlah 4 (tetraploid), dan mereka bergerak keluar dari kompartemen basal masuk ke kompartemen adluminal epitelium menjadi spermatosit primer, proses ini dimulai pada masa akil balig. (Bergman, et al,).

2. Fase Meiosis
Spermatogonia B akan mengalami meiosis yang terbagi menjadi dua bagian, meiosis I dan II (Suryadi 2001). Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk jenis keturunan spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B merupakan sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Pada saat ini, spermatosit primer memiliki 46 kromosom (44 + xy) dan 4 N DNA (N menunjukkan 23 kromosom hiploid pada manusia) (Junqueira, et al, 1995).
Profase I
Profase ini berlangsung lama, maka dibagi menjadi 6 stadia, yaitu:

a.Leptonema. Kromosom diploid yang jumlahnya 4 tampak sebagai benang panjang tunggal dan tipis
b.Zigonema. Keempat kromosom itu saling berdekatan dan membentuk pasangan yang disebut sinapsis
c.Pakhinema. Kromosom menjadi pendek dan tebal.
d.Diplonema. Masing-masing kromosom membelah memanjang sehingga terbentuk kromatid. Empat kromatid itu dinamakan tetrad
e.Diakinesis. Kromatid-kromatid yang tidak serupa (artinya dari sentromer yang berlainan) dapat bersilang. Tempat persilangan ini disebut khiasma. Di tempat khiasma itu kromatid akan putus dan segmen dari satu kromatid akan bersambungan dengan potongan segmen kromatid yang lain. Peristiwa penukaran segmen dari kromatid yang tidak serupa (nonsister kromatid) dalam kromosom homolog itu dinamakan pindah silang (crossing over). Dengan adanya pindah silang maka terjadilah penukaran gen-gen, sehingga terbentuk kombinasi baru.

Metafase I. Kromosom-kromosom yang masih berpasangan menempatkan diri di bidang ekuatorial dari sel. Dinding ini menghilang. Kromosom-kromosom masih dalam keadaan diploid.
Anafase I. Kromosom-kromosom bergerak ke kutub sel yang berlawanan. Telofase I. Terbentuklah sel anakan, masing-masing memiliki separuh dari jumlah sel asalnya. Terjadilah pembelahan reduksi karena tiap sel anakan memiliki satu kromosom dari tiap pasang kromosom homolog. Dinding inti sel timbul kembali (Suryo, 1990).

Dari pembelahan meiosis I ini timbul sel yang lebih kecil disebut spermatosit sekunder dengan hanya 23 kromosom (22 + X atau 22 + Y). Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan meiosis II (Junqueira, et al, 1995).

download file (pdf) 63Kb
......Baca Selengkapnya